Sebuah Jejak Part IV
Daftar Isi
Pagi menyapa setiap insan
untuk bersemangat menghadapi waktu sehari penuh. Ia berikan janji untuk kejutan-kejutan
bagi orang yang bersungguh-sungguh dekat kepada pemilik Shubuh. Nayla
mengerjakan dua rakaat shalat Fajar, sebelum menutupnya dengan shalat Shubuh. Ia
terlihat khusuk sekali. Do’a yang ia lakukan juga lebih lama dari biasanya.
“Janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan orang-orang yang kafir.” Nayla letakkan kata-kata itu
di dalam hatinya. Ia resapi dan mulai mengumpulkan semangat. Dia sudah mulai
tenang meski hampa.
“Aku
harus mengejar wisuda periode November ini. Siapa tau bisa mengejar cintaku
yang tertingal, bisa mengembalikan kebahagiaan yang hilang, dan ini adalah
hadiah untuk ayah yang kusayang. Untuk menyempurnakan jejak…Optimist!” Nayla
bicara dengan diri sendiri. Dia bersiap-siap untuk pergi ke kampus
menyelesaikan mimpi.
Kreek
Pintu
dapur belakang terbuka. Teman-teman Nayla satu kosan melonggokan kepala dari
pintu dapur masing-masing. Mereka turut prihatin. Begitu malangnya Nayla, sudah
tunangan tetapi harus berpisah demi ayah tersayang.
Nayla
terlihat berjalan ke arah sumur, sekali ia tebarkan senyum yang ia paksakan ke
teman-teman. Teman-teman saling menatap. Seakan ada yang diperbincangkan. Mereka
turuti Nayla ke sumur.
“Nay
…. Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya temannya ragu.
“Alhamdullillah
….” jawab Nayla. Nayla melonggok ke dalam sumur. Lalu pergi lagi masuk ke dalam
dapur. Temannya mengintil juga. Khawatir.
“Eh,
kalian ngapa sih?”
“Hmmm
…. !” teman saling berpandangan lagi.
“Maaf
ya Ney, aku takut kamu bunuh diri.”
“What?
Ish ish ish gak gitu juga kali. Aku baik-baik saja kok.” jawab Nayla. Pompa
airku mati. Mau mandi, air habis,” ujar Nayla tersenyum.
“O
….!” Nayla dan teman temannya tertawa bersama. Tetap semangat Nayla. Kami ada
kalau butuh teman curhat. Kekasih boleh ada mantan, namun tidak ada mantan
untuk persahabatan.
Posting Komentar