Menyikapi Anak Tantrum
Daftar Isi
Berbeda
dengan si kakak, Hiru Zayyan (2 tahun) cendrung aktif dan suka menangis jika
keinginannya tidak terpenuhi. Apakah tindakannya itu tantrum? Dalam buku orang
tua bijaksana, anak bahagia ( Noor, Rohinah M: 2009). Prilaku Hiru merupakan
contoh prilaku tantrum yaitu kejadian yang merupakan luapan emosi yang
meledak-ledak dan tidak terkontrol.
Sebagai
antisipasi agar tidak tantrum, akupun memenuhi keinginannya. Membelikan es
cream misalnya. Mengajaknya berdiskusi, boleh beli es cream tapi satu saja ya!
Diapun mengangguk, menyetujui apa yang aku sarankan. Apakah tindakanku benar
ya? Takutnya nanti sampai besar, ia akan menuntut untuk mendapatkan apapun yang
ia inginkan, dan melakukan tantrum jika permintaannya ditolak.
Aku
pernah membaca, katanya kalau anak sedang tantrum dibiarkan saja. Orang tua
hanya memantau. Ini pernah kupraktikkan, sekali lagi berbeda dengan si kakak,
Hiru akan tetap menangis jika keinginannya tidak terpenuhi. Misalnya, dengan
Ponsel. Ketika melihatku memegang ponsel, ia akan menangis meminta ponsel
dengan bilang, “Ummi pinjam HP!” Makanya, kalau di rumah aku jarang pegang
ponsel, sengaja kusembunyikan. Nah, kalau sudah terlanjur ketahuan aku pegang
ponsel, dan dia menangis. Aku akan pinjamkan dengan perjanjian, sekali saja ya.
Sudah itu simpan. Nanti matanya sakit. Diapun mulai paham.
Sebenarnya
aku tidak perlu terlalu khawatir, ahli perkembangan anak pernah membahas kalau
tantrum di usia Hiru itu adalah prilaku yang tergolong normal yang merupakan
bagian dari proses perkembangan. Pada priode dalam perkembangan fisik, kognitif
dan emosi anak. Namun, orang tua juga tidak boleh merespon keliru prilaku anak
tantrum. Misalnya selalu mengiyakan permintaannya.
Sebenarnya
ketika anak tantrum, inilah waktunya orang tua mengajarkan anak tentang
bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi seperti emosi marah, frustasi, takut
dan jengkel. Ada catatan menarik dari seorang sahabat Muyassaroh ketika anaknya sedang tentrum.
Cari tahu penyebab tantrum yuk!
Secara
umum anak-anak tantrum disebabkan hal berikut ini:
Anak
memiliki keinginan. Ia mendapat penolakan dari orang tua. Untuk memaksa
meloloskan keinginan maka anak melakukan tantrum yaitu menangis,
berteriak-teriak, menggulung-gulungkan badannya. Dan parahnya ada yang
memukul-mukul kepalanya ke dinding.
Anak
ingin mengungkapkan sesuatu tetapi terbatas bahasa yang dimiliki dan orang tua
tidak mengerti maksud si anak. Oleh sebab itu, ia menangis, berteriak kencang. Anak
merasa stress karena tidak bisa mengungkapkan kehendaknya. Dan respon orang tua
tidak sesuai yang ia inginkan.
Ada beberapa respon orang tua yang sebenarnya keliru ketika anak tantrum, yaitu:
Orang tua merespon prilaku anak dengan tidak konsisen
Terkadang
boleh, terkadang tidak. Anak akhirnya malah menjadi bingung. Terkadang orang
tua mengancam menghukum, misalnya nanti ibu marah lho. Tapi ibu diam saja tidak
pernah jadi marah.
Ayah
dan ibu yang tidak kompak dalam merespon anak
Ayah
membolehkan namun ibu tidak. Ini mengakibatkan anak bingung juga. Dan akhirnya
mengambil langkah tantrum agar ayah dan ibu setuju dengan keinginannya.
Sebaiknya jangan berdebat di depan anak. Perlihatkanlah kepada anak bahwa orang
tua selalu kompak. Jika ayah tidak suka suatu hal terhadapnya, ibu pun juga
tidak suka.
Orang tua merespon dengan emosi
Ketika
anak sedang tantrum, lalu orang tua menanggapi dengan emosi, dengan marah, ini
sama halnya dengan kebakaran lalu disiram dengan bensin. Jaga emosi jangan
sampai teriak-teriak, mencubit atau bahkan memukul. Alih-alih tantrumnya
berhenti yang ada malah semakin parah. Jadi, sebaiknya ketika anak tantrum
usahakan orang tua tidak terpancing emosi. Tetap tenang. Ketenangan orang tua
selain bisa cepat meredakan tantrum, juga bentuk didikan agar anak berlemah
lembut dan tidak jadi pemarah ketika ia besar.
Kenapa respon tidak emosi sangat penting?
Ada
kasus terjadi dari teman yang senior. Sebut saja namanya Fulanah, ia dengan air
mata merembes dari ujung netranya menuturkan,
“Kalau
saja, waktu dapat diulang aku akan mengulang mendidik, mengajari anakku. Aku
akan mengulang momen bersamanya ketika masih kecil.”
Dengan
hati-hati aku membuka percakapan, “Memang kenapa, Bun?”
“Sikap
kerasnya anakku, sikap pemarahnya anakku sekarang itu karena aku. Dulu, yang
pertama belum berusia dua tahun lalu lahirlah adiknya. Sebenarnya wajar, jika
anakku yang pertama mencari perhatian dengan melakukan hal yang menurutku waktu
itu salah. Kesibukan dengan adeknya dan beban pekerjaan rumah tangga, membuat
aku sedikit-dikit marah. Mencubit, tak segan pula memukul bahunya menggunakan
tanganku. Kau tahu? Itu tidak membuatnya jera. Anak pertamaku semakin frontal. Dan
aku menanggapinya semakin emosi. Sampai ia besar.
Lihatlah
anak pertamaku sekarang yang telah dewasa dan berumah tangga, dia begitu keras
dan mudah emosi. Seandainya aku dulu bisa mengontrol emosiku sedikit saja.
Sungguh aku ingin mengulang masa-masa mendidiknya.”
Dari
kasus ibu tersebut, sedikit saya simpulkan bahwa jika anak dididik dengan keras
maka perkembangan kepribadian anak justru terbentuk keras. Jika, anak dididik
dengan emosi kepribadian anak akan berkembang alamiah dengan penuh emosi. Itu
otomatis akan membentuk karakter pada diri anak.
Ya
Allah, akupun langsung teringat anak-anakku. Aku masih suka marah-marah. Aku
masih suka emosian. Jika dalam kasus tersebut, di usia anaknya yang berumur 34
tahun, sang ibu menyesal dan ingin mengulang masa kecil bersama anaknya. Apakah
aku tidak mengambil pelajaran darinya? Membiarkan pengajaran kepatuhan dengan
marah, dengan emosi dengan ancaman. Jauhkanlah anak-anak kami dari kebodohan
orang tuannya. Jauhkanlah dari karakter buruk ibunya. Oleh karena itu, emosi
dan marah-marah tidak perlu dimaklumi melainkan niatkan untuk tidak diulangi
lagi. Lebih-lebih dalam menghadapi anak yang sedang tantrum.
Lalu bagaimana cara mersepon sikap tantrum yang benar, berikut ini beberapa sikap yang bisa dilakukan:
Cari Tahu Apa Penyebab Anak Tantrum
Pertama,
kiat pencegahan supaya anak tidak tantrum adalah mengenali kebiasaan kenapa dia
tantrum. Hiru gampang stress kalau berada lama di dalam rumah. Dia tipe anak
yang suka bergerak, agar tidak tantrum maka bermain di luar rumah adalah
solusi. Memberikan kesempatan kepada motoric fisiknya supaya bergerak bebas.
Tilik Pola Asuh Anak
Menilik
pola asuh yang telah kita lakukan dapat membantu mengatasi tantrum. Apakah
selama ini terlalu memanjakan? Terlalu menjaga dan melindungi? Terlalu suka
melarang ini itu? Jika iya, segera memperbaiki pola asuh perlahan adalah
solusinya. Sebab, jika terlalu memanjakan, segala keinginan terus diikuti
sebuah kewajaran dia akan tantrum jika suatu waktu kemauannya tidak dituruti.
Tetap Tenang
Ketika
anak sudah terlanjur tantrum, sikap orang tua sebaiknya tetap tenang, tidak
emosi. Biarkan saja anak meluapkan emosi dengan tantrum. Namun pastikan kalau
orang tua memperhatikan anak, tidak mengacuhkannya. Agar dia tahu bahwa orang
tuanya perhatian dan mencintainya. Tidak juga dianjurkan menasehatinya, “Kamu
tu seharusnya tidak seperti ini, kamu sudah besar!” karena anak dalam kondisi
tidak menerima nasehat.
Tidak Menghukum atau Menuruti Permintaan
Setelah
anak tantrum, peluklah dia. Jangan beri hukuman, teguran, sindiran halus atau
nasehat. Cukup peluk saja. Kecup keningnya. Tidak pula memberikan reward berupa
menuruti permintaannya. Ajaklah dia merefresh kondisinya dengan berjalan-jalan
sekitar taman rumah misalnya. Setelah anak pada kondisi siap di lain hari, baru
katakan, Bunda minta maaf ya, tidak bisa nuruti keinginan adek yang waktu itu!
Sebenarnya bunda malu adek menangis keras-keras. Semoga, lain waktu tidak
terjadi lagi ya!” Percayalah, si adek pasti akan merespon balik, “Adek minta
maaf ya bunda, lalu memeluk erat.” Duh, bahagianya.
Anak
adalah amanah terbesar yang Allah beri, mengasuhnya tidak cukup dengan cara
yang kau suka. Namun, perlu ilmu dan kedekatan kepada pemberi amanah.
Sumber:
Noor,
Rohinah M. 2009. Orang Tua Bijaksana,
Anak Bahagia: Panduan Bagi Orang Tua untuk “Mencetak” Anak Cerdas dan Bahagia.
Jogjakarta: Kata Hati.
Ingat waktu ketika masih SD pernah minta sesuatu ke mamak & ngak di kasih, saya auto nangis, apakah saya dulu termasuk anak tantrum ya heeem
kadang didiemin sih tapi makin jadi, makin gerah juga ini padahal harusnya sebagai ortu lebih sabar lagi, hikss.
semoga setelah ini saya bisa lebih ngontrol emosi juga kalau anak tantrum.
ngerii juga ya kalau kebawa sampai anak dewasa, huhuhuh :((
makasih udah sharing ini ya Mbak :)
Cara mengatasinya dengan mengalihkan perhatiannya ke hal yang lebih menarik. Misalnya bilang mau jalan-jalan. Syukurlah nangisnya cepat mereda.
Kalau anak udah tantrum dna ibu gk bs sabar, waaah efeknya beraat berat. Aku pernah ngalamin. Dan semoga gk terjadi lg.